Jadi ibu adalah hal yang nggak terbayangkan sebelumnya, jadi ibu prematur lebih mengejutkan lagi buat aku, jadi double kejutannya. Setelah anakku bisa lepas dr inkubator dan rawat jalan, sempat ada ketakutan dari diriku sendiri. Aku takut nggak bisa merawat anakku, aku takut anakku makin kenapa napa kalau aku rawat dirumah, aku takut ASIku nggak cukup karena ASI satu satunya asupan yg disarankan DSA anakku. Karena sempet dapet penyuluhan ttg prematuritas di RS tempat anakku dirawat, aku mulai meyakinkan diri kalau akupun bisa. Anak prematur adalah anak istimewa yang nggak mau diatur kapan dia lahir. Segitu istimewanya sampai ASI anak prematur juga beda dari ASI untuk anak cukup bulan. Mulai dari coba booster ini itu, aku ladeni semuanya. Dari makanan tradisional, olahan, dan vitamin aku babat habis semua. Nggak peduli rasanya pahit, hambar, atau bentuk kapsul yang lumayan besar. Oiya, anakku juga punya resiko masalah di pencernaannya, jadi dsa dan dokter bedah anakku sangat sangat menyarankan aku untuk fokus ke ASI terlebih dulu. Setidaknya sampai usianya sedikit lebih besar untuk mengkonsumsi sufor. Selain asupan nutrisi, anak preemie setelah dipulangkan dari NICU atau perinatology wajib hukumnya untuk cek organ organnya sampai dinyatakan matur. Belum genap usia anakku 40 hari, aku sudah ajak dia jalan jalan lagi ke RS untuk rawat jalan. Nggak bisa lupain saat saat di kotaku lagi zona merah dan harus bolak balik RS untuk cek ROP, OAE, echo jantung, imunisasi, dan kontrol rutin DSA anakku. Setidaknya dalam satu minggu aku bawa anakku kontrol 2x. Dan tiap kontrol ketemu 2 dokter di 2 poli berbeda. Rawat jalan ini berlangsung selama 2 bulan sampai dinyatakan matur dan normal. Tapi ada juga yang harus balik lagi untuk cek berkala 3 bulan setelahnya. Masa masa itu masih sering terkenang apalagi saat melihat anakku semakin tumbuh besar. Kenangan itu pelan pelan tertinggal. Tapi aku nggak pernah lupa betapa satu hari dalam hidupku berubah drastis harus merawat anak yang begitu kecil dan sangat bergantung denganku. Dalam satu hari itu aku dituntut untuk kuat dan selalu stabil demi kestabilan anakku juga. Sangat nggak mudah mencapai fase 'menerima' itu. Tapi dengan dukungan suami dan keluarga, aku bisa kembali fokus untuk merawat anakku. Kadang ada perasaan nggak menyangka bisa survive di titik itu. Titik yang sama sekali nggak terbayangkan akan terjadi, tapi lebih nggak terbayangkan aku sudah melalui itu bersama anakku. #MothersDayTAP
Đọc thêmTradisi Lebaran Nggak Hilang, Hanya Berganti Caranya Saja
Lebaran tahun lalu jadi lebaran yang cukup asing bagi kami karena pandemi Covid 19. Nggak ada tradisi seperti biasanya, bahkan di kota kami saat itu sedang naik naiknya kasus. Salat Idul Fitripun kami lakukan berjamaah di rumah. Tahun ini juga sepertinya masih sama. Aku dan keluarga sepakat untuk berlebaran di rumah. Sebetulnya karena keluargaku dan suami tinggal di satu kota dan ini memudahkan bagi kami karena nggak perlu mudik. Namun ada yang berbeda meskipun kami nggak mudik, yaitu tradisi silaturahmi dan open house. Tahun lalu kami sekeluarga full bersilaturahmi secara virtual dengan sanak saudara yang tinggal berbeda kota. Dengan tetanggapun begitu. Selain silaturahmi, salat Idul Fitri juga berbeda karena kami laksanakan sendiri di rumah sejak tahun lalu. Kemungkinan tahun ini juga. Jika ada pertimbangan untuk salat berjamaah di luar, maka protokol kesehatan akan dilakukan semaksimal mungkin. Hal tersebut sudah aku pertimbangkan mulai saat ini seperti, ✔ berwudhu dari rumah ✔ tetap memakai masker selama ibadah berlangsung ✔ membawa sajadah sendiri ✔ mengatur jarak shaf paling tidak 1,5-2m ✔ membawa hand sanitizer ✔ mengutamakan salat di tempat terbuka daripada di dalam ruangan ✔ menghindari kerumunan ✔ berganti pakaian setibanya di rumah Seusai salat, kalaupun berpapasan dengan tetangga atau kerabat, nggak perlu pakai berjabat tangan ya. Gestur dan sapaan aja udah cukup kok. Maaf maafan dengan tetangga juga lebih enak kalo dilakukan sebelum masuk rumah. Selain masih di area terbuka, bisa saling jaga jarak karena ruang yang nggak terbatas. Kalaupun ada yang pengen dilakukan di dalam rumah, ada trik dari aku, ✔ siapkan ruangan dengan ventilasi pintu dan jendela terbuka supaya sirkulasi udaranya baik ✔ selalu pakai masker ✔ sediakan tempat cuci tangan atau hand sanitizer untuk tamu sebelum masuk rumah ✔ sambut tamu di area depan seperti di dekat pintu, beberapa tamu mungkin menolak dipersilahkan duduk dan langsung pulang setelah bermaafan ✔ nggak perlu jabat tangan ✔ perhatikan jarak aman dengan tamu ✔ kalo bisa dilakukan setelah salat Ied jadi setelahnya bisa sekalian ganti baju ✔ cuci tangan setelahnya Tradisi lebaran terasa banget bedanya selama pandemi. Tapi sama sekali nggak mengurangi makna kemenangannya. Jadi di rumah meskipun cuma sama keluarga, kami tetep akan masak masak makanan lebaran. Kue kue suguhan yang cuma ada pas lebaran tetep ada di meja ruang tamu. Sambil makan makan, biasanya kami telepon ke keluarga yang tinggal di luar kota. Sebenernya pengen banget silaturahmi ke keluarga yang lain karena si kecil udah sering dicariin dan mereka pengen banget ketemu. Tapi demi kenyamanan dan keamanan bersama, kami sepakati untuk berkunjung saat situasinya sudah mulai mereda. Pandemi mengubah tradisi kami dalam merayakan hari raya Idul Fitri. Tapi nggak lantas menghilangkan tradisi itu, hanya saja caranya yang berubah. Dan kami sebagai manusia hanya bisa mengikuti perubahan yang terjadi selama itu baik untuk semua. Nyatanya, Idul Fitri tetap jadi hari kemenangan buat kami. Semoga Allah masih mempertemukan kita di Idul Fitri nanti ya, Aamiin. #LebaranKeluargaTAP #GebyarHadiahManTAP
Đọc thêm