Cerai/Bertahan, Dampak Mental Anak Tetap Ada
Siapa sih yang gak ingin punya keluarga harmonis, rukun, bahagia dengan kelengkapan istri, suami dan anak? Realitanya rumah tangga itu tak semulus handphone yang baru dibeli. Sedikitnya cekcok itu pasti ada, tergantung soal tolerir atau enggak. Besar kecil masalah juga tergantung sudut pandangnya, juga dampaknya. Perceraian itu dampak! Akibat! Dari apa? Dari tak tolerirnya masalah kan? Katanya perceraian bukan solusi. Benar? Bisa iya bisa tidak. Lagi-lagi tergantung! Kenapa? Karena perceraian itu juga masalah, masalah baru untuk pasangan, keluarga. Karena untuk cerai butuh pertimbangan matang. Kalau handphone ada virus, ada yang buang virusnya, ada yang jual handphonenya. Lihat keparahan rusaknya isi hp! Bersyukur dan beruntunglah yang nampak cacat, retak diluar namun dalamnya utuh tanpa kerusakan satupun. Tampilan luar siapa peduli! Don't judge hengpon by the cover. Sayangnya hp tuh gak bisa beranak meski ada fasilitas download. Hahaha Cerai itu gak mudah kayak jual handphone. Tapi kalau diusahakan pasti bisa. Gak mulus juga. Banyak mediasi. Kadang mikir, rumah tangga ga mulus, cerai masih saja ga mulus. Emang lah yang mulus mah cuman pantat bayi. Tiada tanding. Out of topic banget aku tuh! Bertele-tele! Ya intinya cerai itu keputusan yang berat apalagi ada anak yang butuh keutuhan keluarga, kasih sayang dan perhatian dari keduanya. "Jangan cerai! Kasian anak, nanti mentalnya kena apalagi masih kecil", seru mereka. Atau "Cerai saja lah, gak akan bener kalau terus bersama", kata mereka yang lain. Kok mereka? Soalnya gak sebiji yang ngomong begitu. Aku setuju dengan kedua saran itu. Kalau cerai, anak tumbuh dan berkembang hanya dengan satu orang tua. Dampak perceraian itu jelas ke anak. Berefek panjang, nanti gimana kalau mau ketemu bapaknya, neneknya dan efek-efek lainnya yang bejibun. Malah ada anak yang awalnya ceria, karena perceraian jadi lebih pendiam. Belum lagi kalau emaknya nikah lagi. Anak belum tentu terima, ada saja yang canggung. Kalau bertahan, akankah anak bahagia dengan terus menonton drama ibu bapaknya secara live? Gak pake streaming loh! Kalau sudah seharusnya berpisah namun tetap bertahan demi mental anak. Seyakin itukah mental anak akan baik-baik saja di keluarga yang toxic? Yakin? Yakin? Yakin? Aku yakin! Sangat yakin. Yakin kalau anaknya akan kena dampak toxic juga dari kisruh orang tuanya. Bertahan kadang bukanlah suatu kebaikan. Cerai ataupun bertahan sama-sama berdampak pada anak menurutku. Tinggal pilih. Cerai berdampak ke anak yang tak mampu merasakan kasih sayang keluarga utuh? Atau, bertahan dengan keutuhan keluarga yang kacau, penuh drama indosiar? Hatiku memilih cerai! Tanpa keutuhan orang tua pun, banyak jalan menuju roma agar anak tak larut dalam kesedihan, tak kehilangan rasa kasih sayang dari ibu dan bapaknya. Tugasku adalah membangun pribadi anak yang kuat, percaya diri, bahwa perceraian bukan akhir dari kasih sayang orang tua. Ngejalaninya pasti ga mudah. Itu tantangannya. Sebab bertahanpun, aku tak yakin anak akan dapat kasih sayang utuh. Kalau orang tuanya sibuk dengan pertikaian mulut, lalu bagaimana bisa merawat anak bersama sedangkan untuk akur dan duduk berduapun primitive? Justru malah jadi contoh yang buruk bagi anak. Bagaimana kalau sampai anak menganggap pertengkaran itu adalah hal wajar, saking seringnya terekam di otak dia. Namanya serumah, disembunyikanpun akan sulit. Masa iya harus menutuk telinga anak dengan semen agar tak terdengar? Gila! Serumah akan lebih terasa kebobrokannya. Ya, gak semua seperti itu. Tergantung orangnya masing-masing. Yang pasti bagi siapapun, inginnya menikah sekali seumur hidup. Banyak orang sadar pilihan itu salah dari awal, namun tak sadar dampak tak terduga yang lebih dan lebih setelahnya. Keyakinan itu harus. Tapi terlalu yakin gak bagus. Karena kadang ada sesuatu yang tak mampu kau rubah bahkan paten tak bisa dirubah sekuat dan setegar apapun melebihi takdir. Hebat ya ko bisa, apa itu? Niat! Tak ada niat tak akan ada yang berbuat. Entahlah aku ini bergumam apa, pokoknya begitulah. Terima kasih 😃