Kereta Lebaran di Masa Pandemi
Momen lebaran selalu ditunggu-tunggu si Kecil karena kami selalu mudik ke kampung halaman dengan kereta api, moda transportasi favoritnya. Anakku sangat menyukai kereta api. Tak cukup dengan koleksi mainan kereta, tembok rumah pun penuh dengan gambar kereta. Namun sejak pandemi corona, kami tidak lagi mudik dan bersilaturahmi dengan keluarga besar. Jadi sudah hampir dua tahun kami tak merasakan naik kereta api. Bukan kekhawatiran belaka, bagi kami Covid 19 nyata adanya. Teman, tetangga dan kerabat dekat banyak yang terpapar virus itu. Bahkan suamiku pun seorang penyintas yang baru dinyatakan sembuh dua bulan lalu. Saat kebijakan larangan mudik tahun ini resmi ditetapkan pemerintah, kami pun dengan sukarela akan menaatinya. Semua demi keselamatan dan kesehatan bersama. Tidak mudik bukan berarti silaturahmi tidak terjaga. Ada cara lain yang bisa dilakukan untuk menggantikannya. Parcel untuk keluarga bisa dikirim melalui ekspedisi. Video Call jadi sarana bertukar kabar dan bermaaf-maafan di hari penuh kemenangan yang tinggal menghitung hari. Sementara itu, mengobati kerinduan si Kecil akan naik kereta api, kami menyiapkan sesuatu spesial untuk Hari Raya Idul Fitri. Kardus bekas parcel nanti akan jadi miliknya untuk dikendarai. Kemudian kami akan memutar video rekaman ala-ala virtual reality naik kereta api. Sebagai pelengkap, biar ayah dan ibunya yang memberi efek gerbong bergerak. Walau sederhana, semoga hal itu bisa menyenangkan hatinya. #LebaranKeluargaTAP #GebyarHadiahManTAP
Đọc thêmPada mulanya, aku dan suami adalah dua orang pekerja yang sedang meniti karir masing-masing. Maka saat kami memutuskan untuk menikah, kami menyadari bahwa ada banyak hal yang harus disesuaikan dengan keadaan kami yang sibuk seharian di luar rumah. Tak ada yang bisa mengalah, karena kami masih butuh banyak modal secara ekonomi untuk mengarungi rumah tangga. Kami memulai bahtera rumah tangga dengan sebuah komitmen. Komitmen untuk saling bahu membahu dan berbagi saat masalah mendera rumah tangga kami. Empat tahun menjalin hubungan membuat kami mampu merencanakan semua detail kehidupan rumah tangga. Di tahun-tahun awal semua berjalan sesuai rencana. Hingga semua mulai berubah saat anak pertama kami lahir. Anak kami harus diopname saat baru berumur empat hari. Badannya menguning, dia dehidrasi dan juga hipoglikemia Tak sampai di situ, ada kabar lebih buruk. Anak kami terindikasi megacolon cogenital, kelainan usus bawaan lahir. Si kecil harus naik meja operasi di umurnya yang belum genap 2 bulan. Memang manusia hanya bisa berencana, namun Allah yang Maha Berkehendak. Di sinilah komitmen kami dalam berumah tangga benar-benar diuji. Aku tak bisa bekerja lagi dan harus fokus merawat putra kami. Bahkan sekadar menyiapkan sarapan suami sebelum berangkat kerja pun saya sangat kerepotan. Di saat-saat seperti itu, suami benar-benar mendukung. Alih-alih mengeluh dan banyak menuntut, ia bahkan sering membantu meringankan tugas rumah tangga. Bagaimanapun hidup harus terus berjalan. Di saat aku fokus pada kondisi bayiku, suami lah yang menghandle hal lain. Mulai dari menyiapkan keperluanku dan bayiku selama di RS, hingga mengurus pekerjaan rumah tangga. Saat jatah cutinya telah habis, mau tak mau ia harus bolak balik rumah, kantor dan rumah sakit untuk mengurus semuanya. Lepas subuh ia pulang ke rumah. Mencuci baju kotor, sembari menyiapkan makan dan keperluan lain. Kemudian mengantarnya ke RS sekalian berangkat kerja. Saat jam istirahat, suami buru-buru ke RS membawakan makan siang dan mengurus administrasi perawatan anak kami. Sepulang kantor, buru- buru ia pulang ke rumah, menyelesaikan pekerjaan rumah tangga dan segera ke RS. Ketika adzan maghrib berkumandang, ia sudah di RS. Sholat dan membacakan ayat-ayat Al Quran di sisi anaknya yang sedang dirawat. Setelah itu ia menemaniku makan malam, menghibur dan membesarkan hatiku hingga tengah malam menjelang. Setelah si kecil boleh pulang,ia masih tetap melakukan hal yang sama. Mengambil sebagian besar tugas istri agar aku bisa fokus merawat si kecil. Sungguh apa jadinya jika suamiku tak ada. Ia benar-benar pahlawan yang menyeimbangkan keadaan keluarga kecil kami yang sedang limbung. Tak berhenti sampai disitu, hingga kini suamiku tak segan membantu pekerjaan rumah tangga di saat liburnya, seperti dalam foto ini yang diambil tahun lalu, ia mencuci-jemur pakaian si kecil ketika aku menyusui dan menimang si kecil hingga terlelap. #RumahTanggaTAP
Đọc thêm