Kesehatan Mental Berpengaruh dengan Lingkungan Sekitar
Setiap ketemu temen selalu ditanya pertanyaan berulang “ngalamin baby blues gak?” atau “kena postpartum depression gak?” Jawabannya HAMPIR. Sedih kalo throwback kesana. Dulu, setelah 2 minggu lahiran sempet ngerasa sendirian, gak ada istirahat, gak ada yang bantu, capek, dan suka marah2 sampe teriak ke anak sendiri. Itu terjadi setiap jam 3 pagi kalo Abe (my son) nangis dan cranky. Yang paling parah pernah mau banting Abe karena sudah di dekep, di timang, di kasih susu tetep nangis gak berhenti. Untungnya, suamiku gak pernah marah dan memberikan reaksi yang berlebihan biasanya kalo uda ngeliat aku kaya gitu dia cuman tanya “kamu capek ya rawat Abe?” Dari situ aku langsung nangis dan mereda di pelukannya. Dari kejadian tersebut suamiku melihat ada sesuatu yang gak beres denganku terus dia sering ajakin aku ngobrol mengenai jam asuh, dia memilih untuk fulltime WFH dan bagi waktu rawat Abe (karena pada saat itu kami hanya tinggal berdua tanpa bantuan helper or suster) dari situ kebiasaan marah2 aku mulai hilang karena cukup tidur, bisa me time dan istirahat. Selain itu suamiku pun selalu ajak ngobrol dan memberiku pandangan bahwa hidupku sekarang sudah berbeda, kalo dlu bisa tidur 8 jam sehari sekarang sudah berkurang dan yang paling membuat aku terenyuh dia bilang bahwa sekarang ada bayi yang menggantungkan hidupnya kepada kami ia tidak bisa apa2 tanpa kami, dia butuh bantuan kami. Dan aku mulai tersadar dan merasa sangat beruntung ketika kesehatan mentalku terganggu ada yang menyadari, mendukungku untuk sembuh dan sukarela menjadi care giver untukku. Support dari lingkungan ternyata sangat berpengaruh terhadap mental kita sebagai ibu-ibu yang rentan terkena baby blues dan postpartum depression #KesehatanMentalTAP kini Abe tumbuh menjadi anak yang riang karena menyerap energi positif dari orangtuanya.
Ummi Fajrin