Sebagai perempuan yg sudah menikah, curiga ngga sih telat haid sampai 3 bulan, setelah dilakukan testpack, hasilnya negatif?
Dengan kondisi itu, aku dan suami menjumpai seorang dokter kandungan di bulan Juni 2018 karena keluhan 3 bulan tidak haid dan tidak sedang hamil. Dokter segera melakukan pemeriksaan USG transvagina. Pertama-tama melihat rahimku, dokter bilang rahimku baik. Kemudian lanjut melihat indung telur, kelihatanlah sel-sel telur yang kecil-kecil. Akhirnya, dokter menyimpulkan, aku mengidap sindrom ovarium polikistik (PCOS). Itu yang menyebabkan ketidaksuburan pada tubuhku. Memang, sejak kuliah aku mengamati ketidaknormalan pada siklus menstruasiku.
Dokter bilang PCOS-nya harus diatasi terlebih dahulu sebelum melakukan program hamil. Aku pun diberikan terapi obat. Menstruasi harus diregulasi selama 2 bulan sambil mengonsumsi obat metformin dan inlacin. Berat badan juga harus dikurangi dengan pantangan makan jenis mie dan tepung. Saat itu berat badanku 57,4 kg.
Selain itu, untuk mengatasi masalah haid tidak normal, dokter memberiku obat perangsang haid. Jadilah aku haid di bulan Juni setelah seminggu minum obat itu. Pesan dokter agar kami datang kembali di bulan September saat aku haid.
Seharusnya haid terregulasi, ini malah 3 bulan berturut-turut (Juli, Agustus, September 2018) haid ngga datang lagi dan tidak sedang hamil juga. Padahal obat 3 bulan sudah teratur diminum. Bulan September ngga mungkin dong kami menghadap dokter tanpa haid dan aku juga ngga mau minum obat perangsang haid lagi. Aku mau haidku datangnya normal. Jadi, kami putuskan menunggu sampai aku benar-benar haid normal.
Puji Tuhan, tanggal 3 Oktober akhirnya aku haid. Dua hari setelahnya, kami langsung menjumpai dokter. Aku ceritain dan tanya dokter kenapa malah aku tidak haid selama 3 bulan meski sudah konsumsi obat-obatan. Dokter bilang, begitulah PCOS.
Akhirnya, dokter menyemangati aku, disilakan nanya apapun karena ini adalah awal memulai program kehamilan. Setelah itu, dokter ajak kami berdoa bersama. Dokter, aku dan suamiku. Doanya tulus banget, obat yang mau dikasih ke aku juga diminta izin dulu ke Tuhan untuk kukonsumsi.
Dokter menyuruhku minum obat pembesar sel telur saat haid hari ke 2 sampai hari ke 5. Dokter memberi aba-aba kapan hari ovulasi. Juga berpesan untuk datang kembali di bulan Januari 2019 kalau andaikata belum juga ada tanda positif. Kami pun pulang ke rumah dengan semangat dan harapan yang tak putus-putusnya. Senantiasa berdoa kepada Tuhan, menjalani pola hidup dan makan yang sehat serta tetap berusaha melakukan yang terbaik.
Setelah sebulan berlalu, aku was-was juga. Antara nungguin haid datang atau si calon bayi datang hihi. Yang kurasakan setelah 30 hari haid tak muncul adalah kadang mual tapi tidak sering. Terus beberapa malam susah tidur. Dan payudara rasanya sakit. Biasanya payudara sakit itu tanda mau haid, tapi ditungguin haidnya belum datang juga. Aku coba testpack di minggu ke 4 setelah haid pertama promil, hasilnya negatif.
Tibalah tanggal 8 November, jam 12 siang. Aku mual sampai muntah. Tapi ngga lama. Cuma agak aneh aja, pas mau masak nasi, kok jadi mual muntah lagi. Akhirnya aku istirahat bentar dan yakinkan diri, aku tidak apa-apa, mungkin mualnya karena terlalu banyak pegang HP. Dan masak nasi pun berhasil tanpa mual lagi.
Karena seharian beraktivitas, aku kelelahan dan tidur lebih cepat sekitar jam 10 malam. Saat itu, aku di rumah sendirian karena suami sedang bekerja di luar kota. Dini hari, aku terbangun. Sesak pipis. Sekalianlah testpack pikirku. Soalnya aku rada curiga juga sama mual kemarin.
WOW banget. Ada dua garis merah. Aku belum yakin. Aku ambil satu testpack lagi dan uji. Hasilnya sama dua garis merah. Bingung mau ngapain, tanpa suami disampingku. Jam 3 pagi itu juga, aku telpon suami yang pasti lagi tidur disana. Aku yakin ini benar-benar rencana Tuhan. Aku ngga nyangka doi cepat jawab telponku saat itu. Dan aku bilang: ada dua garis merah di testpack! Puji Tuhan.
Empat hari setelahnya, kami kembali menjumpai dokter. Aku ceritakan pada dokter tentang hasil testpack dan rasa mual yang kualami.
"Sudah positif? Cepat sekali ya? Jarang loh penderita PCOS bisa cepat hamil", begitu respons dokter mendengar ceritaku.
Lalu dokter melakukan USG di atas perutku, namun karena belum bisa dengan jelas melihat kondisi didalam rahim, dokter kembali melakukan USG transvagina. Dan dokter melihat ada kantung janin di rahimku dengan usia kandungan 5 minggu 5 hari. Saat itu berat badanku 54,1 kg. Berhasil turun 3 kg selama 3 bulan. Dokter memuji usaha kami.
"Selamat ya Bapak, Ibu", kata dokter padaku dan suami yang membuat kami semakin bersukacita atas keajaiban yang baru saja kami alami. Ya, ini adalah keajaiban dan anugerah Tuhan bagi kami. Kalau dipikir-pikir, bagaimana mungkin aku yang menderita ketidakseimbangan hormon dengan menstruasi yang tidak teratur, bisa hamil? Jelas sudah ini adalah pekerjaan Tuhan yang menurut manusia mungkin mustahil, tapi kalau Tuhan sudah berkehendak, Dia pasti memberikan anugerah pada waktu-Nya.
Sekarang, aku sedang hamil 30 minggu. Sebentar lagi aku dan suami akan bertemu dengan buah cinta kami yang sudah kami nantikan selama 16 bulan perkawinan. Kami sangat bersyukur mengenal dr. Juniansen Purba, Sp.OG, seorang bapak dokter yang berhati mulia, berpikiran positif, penyemangat buat setiap pasangan yang merindukan kehadiran anak. Bapak dokter yang bergantung bukan kepada kemampuannya sendiri, tetapi kehendak Tuhan sepenuhnya. Kami percaya bahwa ini adalah rencana Tuhan, mempertemukan kami dengan bapak dokter yang baik ini. Semoga beliau dikaruniakan kesehatan dan kebahagiaan senantiasa meski di usianya yang makin menua serta menjadi inspirasi bagi setiap orang yang mau terus berusaha.
#KarenaBundaBerharga
Kiky Tan